Seseorang yang bertahan di satu profesi dalam waktu yang lama tentu saja ada alasannya. Ada yang beralasan karena demi menghidupi keluarganya ada juga yang merasa senang dengan profesi yang digeluti. Hal inilah yang dirasakan oleh Miswanti, petani tembakau di Elomoko, Wonogiri, Jawa Tengah. Kehidupannya berubah setapak demi setapak sejak menjalin kemitraan dengan perusahaan rokok PT HM Sampoerna Tbk.
Miswanti mulai bermitra sejak tahun 2010. Ia memiliki lahan seluas 0,25 hektar. Roda kehidupan pun berputar, perlahan Miswanti bisa merenovasi rumahnya yang dulu hanya berdindingkan bambu sekarang menjadi tembok semen berbatu bata. "Dapat meningkatkan penghasilan keluarga, yang tadinya rumah bambu sekarang kebanyakan batu bata," ujar Miswanti saat acara Diskusi Media: Tanam Raya Tembakau di Wonogiri, Jawa Tengah, Kamis(7/7/2022).
Petani dari kelompok Sidomakmur ini kembali bercerita bahwa dirinya sebenarnya berprofesi sebagai petani sekaligus pekebun. Ketika musim hujan tiba ia menanam padi, baru ketika masuk kemarau karena lahan yang dimilikinya tadah hujan maka dirinya menanam jagung dan kedelai. Hal itu bisa dimaklumi karena budidaya tembakau katanya dalam setahun hanya satu kali panen.
Masa tanamnya dimulai bulan Juli, masa panennya empat sampai lima bulan kemudian. "Dulu itu tahun 2010 hanya ada lima petani yang bermitra sekarang satu sudah satu kelompok petani tiap tahun ada peningkatan," kata dia. Nasib Miswanti berubah drastis setelah delapan tahun menjadi mitra.
Ia bisa menyisihkan penghasilannya untuk membeli kendaraan pikap lalu menyekolahkan anak anaknya hingga ke perguruan tinggi. Tidak hanya itu ia pun mampu membeli kendaraan roda empat pribadi. "Kejayaan saya itu tahun 2018 karena cuaca juga mendukung keputusan dari Atas(Tuhan) kita diberikan cuaca bagus saya sendiri hasil agak banyak menyisihkan penghasilan menunjang sarana dan prasarana pascapanen untuk beli pikap Alhamdulillah bersyukur pada tahun itu saya juga bisa menyisihkan rezeki untuk beli mobil keluarga," ujarnya.
Kehidupan Miswanti tidak selalu mulus, setahun setelah ia mengalami masa jaya ujian kemudian muncul. Cuaca yang tidak mendukung, kering kerontang membuat dirinya dan semua petani kebingungan. Akhirnya, para petani saat itu berinisiatif membeli mobil air tangki guna mengairi lahan tembakaunya.
"Tahun 2019 dihadapkan cuaca kering lahan saya sendiri 0,25 hektar tidak bisa ditanami. Jalan terakhir beli mobil tangki untuk penghidupan lahan," kata Miswanti. Ujian semakin berat saat memasuki masa pandemi covid 19 tahun 2020. Lahan tembakau milik Miswanti diserang hama, gagal panen terjadi.
"Tahun 2020 pandemi datang, tembakau kita juga ada pandemi waktu itu hama trip di Wonogiri terkenalnya oret oret, gagal panen semua," ujarnya. Meski dirasa berat namun Miswanti tetap gigih dan semangat. Ia mendapat banyak support dan semangat dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri, kemudian dari mitra selalu membantu.
"Kami selalu didampingi pihak dinas pak Parno kabupaten Wonogiri terima kasih selalu memantau dan mensupport kami. Alhamdulillah dan saya sampai saat ini masih mengantongi Rp 90 juta untuk tembakau Wonogiri," ujarnya. Cerita serupa juga datang dari petani tembakau bernama Roni Setiawan. Roni yang tadinya berprofesi buruh pabrik kemudian banting setir menjadi petani tembakau pada tahun 2016.
Sama seperti Miswanti penghasilan Roni dari profesi yang ia geluti tersebut cukup menggiurkan. "Alhamdulillah sama seperti ibu Miswanti sejak 2018 hingga 2021 penghasilannya lumayan," ujar Roni. Roni mengaku ingin sekali menjadi petani karena tergiur metode kemitraan dengan PT HM Sampoerna Tbk.
Makanya ia rela meninggalkan pekerjaan yang sudah lama dijalani yakni buruh tekstil demi menjadi petani tembakau. "Saya terus terang mulai bermitra di tahun 2016, sebelumnya saya buruh di Solo saya memiliki ketertarikan menjadi petani karena program kemitraan itu," kata Roni.(Willy Widianto)